Oleh: Abdullah Alawi
Tortilla Flat |
Saya mendapati Abi S. Nugroho
tidur pulas di tempat tinggalnya, M@kar, akronim dari Mambaul Afkar, sebuah
forum diskusi di Ciputat. Pertanyaan yang langsung muncul adalah, sebab
kekuatan apa makhluk itu tidur sesore ini? Sungguh ini pertanyaan tak berguna
ketika sudut mata terantuk buku di sampingnya. Tapi, apa anehnya? Abi tertidur
di samping buku bukanlah berita. Ia memang kutu buku! Predator buku!
Karena itulah Abi adalah data
keluyuran. Ia bisa cerita politik, ekonomi, sejarah, budaya, hingga sastra. Dia
biasanya melengkapi keterangan dengan halaman buku, penerbit, riwayat
pengarang, buku-bukunya yang lain, dan bagaimana tanggapan pengarang lain. Ia
kadang membubuhkan cetakannya.
Bacaanya luas. Sekali waktu dia
cerita tentang koperasi, perikanan, pertanian, perkebunan, transportasi, dan asuransi.
Tak luput pula pemikiran Islam, dan tasawuf, kadang-kadang musik. Jika ia
menjelaskan, semengantuk apa pun, kalimat-kalimatnya nyaris kopi hitam sonder
gula ditaburi garam.
Buku-bukunya seabrek. Saya berani
bertaruh, buku-buku mahasiswa satu jurusan digabung jadi satu, belum sebanding
dengan jumlah bukunya. Satu hal yang perlu diperhatikan, jangan sesekali
bermain-main buku dengannya. Misalnya Saudara meminjam buku, kemudian dia
berbaik hati, dan Saudara tak mengembalikannya. Jangan salah, ke sudut paling
jahanam pun dikejar!
Juga jangan sekali-kali merusak
bukunya. Saya pernah kena batunya. Tiap ketemu, pasti ditanyakan, di hadapan
siapa pun. Dan saya hanya menunduk. Karena kasus itu, sempat berpikir untuk tak
pernah ketemu lagi. Tapi segera saya ralat. Lebih baik dimaki-maki, asal tak
ketinggalan data yang diobralnya.
Sekali waktu dia pernah mampir ke
tempat tinggal saya, instalasi. Kemudian saya biarkan asyik melihat-lihat buku
milik teman sekamar. Tak lama, saya dengar ia merintih.“Astaghfirullah…,”
Saya langsung melirik ke arahnya.
Mungkin dia digigit ular kobra atau kalajengking alas roban yang tiba-tiba
hadir di kamar saya.
“Kenapa, Bung?”
“Enggak tahu dah, hari ini yang
ketiga kali, gua melihat halaman buku dilipat!” tegasnya. Air mukanya seperti
makhuk yang baru saja dilucuti tulang belakangnya.
***
Buku yang hampir tertindih tubuh
Abi itu adalah Dataran Tortilla. Saya
yakin, jika dia sadar, akan menyesal seumur hidup, kemudian meratap tujuh kali
dalam tujuh bahasa berlainan. Apalagi buku itu bukan miliknya.
Dataran Tortilla itu milik Ahmad Makki, sokoguru warkop Tampomas, sebuah tongkrongan
angker di Ciputat. Beberapa waktu lalu dia pernah menceritakannya dalam sederetan
kalimat singkat. Sepertinya tak berniat untuk meminjamkannya pada siapa pun di
dunia ini. Dia hanya bercerita! Tapi mimik mukanya seolah bilang, ada buku itu,
bagus untuk dibaca, kemudian carilah dengan keringat sendiri.
Makki memang culas dalam urusan buku!
Tapi kenapa Abi bisa meminjamnya?
Pasti ada pertukaran rahasia. Apa yang dibutuhkan Makki ada di rak buku Abi.
Tak syak lagi.
Peduli syetan! Apa pun yang
berkaitan dengan buku itu, saya enyah. Yang jelas, sekarang di genggaman. Orang
yang meminjam tak sadar, yang dipinjam absen, dan tak ada pihak-pihak lain yang
bisa dinyatakan sebagai saksi. Syetan mana yang berani mengaral jika saya mulai
baca buku itu?
Saya timang-timang sebentar
sampul buku itu. Kemudian membaca halaman pertama. Tiba-tiba saya ingat, untuk
apa membaca buku lagi?
Seminggu lalu, saya menghabiskan
seribu halaman Pisau Terbang Li yang
memaksa melek 24 jam. Saya membaca versi PDF-nya di dua komputer dan satu
laptop. Soal semua benda itu adalah pinjaman, tak ada relevansinya dengan kenikmatan
membaca. Soal mimik muka yang dipinjami, Saudara tak usah risau juga, biar saya
menanggung.
Setelah membaca karya Khu Lung
itu, saya berjanji, dalam beberapa waktu ke depan, tidak akan pernah membaca
buku lagi. Saya ingin mengawetkan cerita, dan akan mengampanyekan kepada
sahabat-sahabat sepenongkrongan. Saya ingin mengulang sukses Kejahatan dan Hukuman Dostoyevski yang
dibaca lima orang setelah saya ceritakan.
Tapi saya buka juga karya
Steinbeck itu.
***
Buku Dataran Tortilla itu
mengisahkan kaum paisano. Mereka di antaranya Danny, Pilon, Big Joe Portugis,
Jesus Maria Corcoran, Pablo, dan Bajak laut dan anjing-anjingnya.
Setelah membaca buku itu, saya
ingin menyampaikan beberapa hal. Pertama, saya tidak sepakat mereka dikatakan
pengangguran. Mereka begitu adanya. Hidup berkeliaran, tidur di got kering, di
semak belukar, atau tepi hutan. Tapi tak pernah mengeluh. Keseharian mereka
adalah mabuk, tidur, mencuri, menipu, dan selingkuh dengan istri orang. Ketika suaminya
mengejar, sembunyi di tebing-tebing.
Keluar-masuk penjara adalah
biasa. Tapi mereka tak mengeluh, karena itu bagian dari ritme mereka. Mereka
taat hukum. Misalnya Danny, saat dipenjara, memaki pejabat-pejabat ditembok
dengan tinta darah bangsat, tapi tak sekalipun menghujat hakim.
Kedua, dalam persinggungan
mereka, anggur adalah fondasi. Ketika Pilon bersama Joe Portugis terbangun di
tepi laut, yang disesalkan pertama kali adalah anggur. “Mmm… seandainya ada setetes anggur..,”
Ketiga, dari Pilon kita meneladani
sifatnya yang cermat dalam memahami situasi. Menyimak dan menyimpan data
sebanyak-sebanyaknya. Tak satu pun yang absen dari pengamatannya. Ia senang
menolong bahkan pada hewan sekalipun. Ia membuka pagar pembatas rumah Danny
supaya ayam-ayam Nyonya Morales bisa bertelor nyaman di halaman rumah Danny.
Ia juga orang yang suka mengambil
pelajaran dan kesimpulan, ketika salah satu rumah Danny terbakar, ia
mengatakan, lain kali, jangan pernah menyisakan sedikit anggur sebelum tidur.
Keempat, dari Jesus Maria, ia
gemar menolong siapa pun, relijius, tapi tak bisa tahan jika melihat rok
perempuan tersingkap.
Kelima, dari Bajak Laut; tekun,
istiqomah, qonaah, gemar menabung dan penyayang binatang. Tapi jangan
memelihara kutil di jempol kaki.
Keenam, Joe Portugis. Tolong
mengertilah perasaan seorang perempuan yang telah menyediakan keteduhan dan
segelas anggur.
Ketujuh, kepada Danny, dia
penangkap lalat yang berbakat. Jika itu hilang, berarti semangat hidupnya
sedang dilucuti. Itu adalah tanda goyahnya paisano karena ia sokoguru cerita.
Danny, saya sepakat apa yang dinyatakan Pilon. Jangan pernah memberi hadiah
yang mensyaratkan hadiah lain.
Kedelapan, kepada Torelli,
jagalah belibismu baik-baik. Dan tingkatkan kualitas anggurmu! Kamu adalah
penunjang denyutnya paisano. Karena kamu pulalah lahir Blog Anggur Torelli.
Kesembilan, kepada John
Steinbeck, terima kasih. Kamu sudah bersekongkol dengan keenam paisano, hingga
saya ngakak terlonjak-lonjak di pojokan. Saya yakin, kamu sebenarnya tidak
menulis apa-apa, tapi mengajak saya jalan-jalan di Dataran Tortilla.
Kesepuluh, kepada Djokolelono,
salam hormat. Terima kasih sudah mengantar jalan-jalan yang mengasyikan. Mulai
sekarang, saya yakin, bahwa pengantar adalah profesi terhormat. Suatu saat,
saya senang jika Saudara berkenan ngobrolin
paisano sambil “bertorelli”. Tentu saja bersama belibis.
Kesebelas, hampir lupa, kepada
Pablo, saya yakin harus membaca ulang buku itu. Keduabelas, saya sudah sembrono
mengurutkan bagian-bagian cerita buku itu. Padahal, di warkop saja, buku itu
berkembang berbulan-bulan jadi perbincangan. Dan jika saya sendirian, kemudian
ingat akan perilaku paisano, berderailah tawa.
Ketigabelas, lihatlah! Penongkrong
di warkop kelimpungan setelah mendengar cerita buku itu. Ibarat kesurupan,
mereka menyisir ke toko-toko buku. Ketika usaha mereka gagal, terpaksa
menurunkan harga diri dengan memfoto copy. Ahmad Makki segera menarik buku itu
dari pinjaman Abi.
Keempatbelas, saya tidak bisa berkata
apa-apa lagi.
"Ingin ikut berkontribusi? Kirim tulisan anda ke surel: anggurtorelli[at]gmail[dot]com"
Bicara Steinbeck seraya menyebut Khu Lung. Itulah mereka, dua Dewa Pengarang saya.
BalasHapusTerima kasih koemntarnya. Ditunggu kiriman artikelnya :)
BalasHapusYang saya pikirkan adalah kenapa harus sebegitu sulitnya bikin nama blog. kenapa tidak KOTAK AMAL (dot) blogspot (dot) com saja? singkatan dari KONAAH dan TAKWA ala AHMAD MAKKI ABDULLAH ALAWI.
BalasHapusSaya sering menyesali kenapa tidak dilahirkan lebih awal dan lebih cepat mengenal kalian berdua. Kalau saja saya dilahirkan lebih awal, mungkin Makki akan saya jadikan ketua cabang dan alawi sekretarisnya. Biar saja tak ada MAPABA atau PKD yang penting semua mahasiswa membaca buku karya John Steinbeck ini. Biar mereka bisa tersenyum bahkan pada saat melamuni skripsi yang tak kunjung jadi.
Soal nama, itu dijelaskan di laman Ikhwal. Sebaiknya semua orang harus membaca "Dataran Tortilla". Biar kian minim aksi pentung-pentungan.
HapusAdakah yang mau meminjamkan saya Steinbeck? Tak apalah jika mau ditukar dengan Hemingway. Bagaimana? Deal atau tidak? Hehehehe.
BalasHapusIni sepertinya akan jadi salah satu pengarang yang harus saya habiskan seluruh bukunya sebelum usia saya menginjak kepala 2.
Tunggu waktunya ya. Pasalnya buku itu diantre banyak orang. Hahaha.
Hapussebagai penghuni Kamar Instalasi, gua merasa diseret Abdullah Alawi dalam cara mengantarnya ke penghuni Dataran Tortila... tapi sayang, gua ikut dipenggalnya di situ...
BalasHapusMengenai buku yg satu ini, adalah ketaktelitian gua membawa ketakbisaan membedakan antara Toreli dan Tortila, nyaris jelang berhamburannya para pasiano tanpa arah masing-masing... Dan gua harap Anda semua yakin, ketaktelitian gua ini sangat dibutuhkan... Yang pasti gua bayangkan adalah 1 galon anggur Toreli = 1 Galan aqua 19 lt.
Udah beli kok. :P Ulasan malah saya tulis di blog sendiri. -_-"
BalasHapus