23 Mei 2012

Persekongkolan Steinbeck dan Paisano Tortilla


Tortilla Flat
Saya mendapati Abi S. Nugroho tidur pulas di tempat tinggalnya, M@kar, akronim dari Mambaul Afkar, sebuah forum diskusi di Ciputat. Pertanyaan yang langsung muncul adalah, sebab kekuatan apa makhluk itu tidur sesore ini? Sungguh ini pertanyaan tak berguna ketika sudut mata terantuk buku di sampingnya. Tapi, apa anehnya? Abi tertidur di samping buku bukanlah berita. Ia memang kutu buku! Predator buku!

Karena itulah Abi adalah data keluyuran. Ia bisa cerita politik, ekonomi, sejarah, budaya, hingga sastra. Dia biasanya melengkapi keterangan dengan halaman buku, penerbit, riwayat pengarang, buku-bukunya yang lain, dan bagaimana tanggapan pengarang lain. Ia kadang membubuhkan cetakannya.

Bacaanya luas. Sekali waktu dia cerita tentang koperasi, perikanan, pertanian, perkebunan, transportasi, dan asuransi. Tak luput pula pemikiran Islam, dan tasawuf, kadang-kadang musik. Jika ia menjelaskan, semengantuk apa pun, kalimat-kalimatnya nyaris kopi hitam sonder gula ditaburi garam.

Buku-bukunya seabrek. Saya berani bertaruh, buku-buku mahasiswa satu jurusan digabung jadi satu, belum sebanding dengan jumlah bukunya. Satu hal yang perlu diperhatikan, jangan sesekali bermain-main buku dengannya. Misalnya Saudara meminjam buku, kemudian dia berbaik hati, dan Saudara tak mengembalikannya. Jangan salah, ke sudut paling jahanam pun dikejar!

Juga jangan sekali-kali merusak bukunya. Saya pernah kena batunya. Tiap ketemu, pasti ditanyakan, di hadapan siapa pun. Dan saya hanya menunduk. Karena kasus itu, sempat berpikir untuk tak pernah ketemu lagi. Tapi segera saya ralat. Lebih baik dimaki-maki, asal tak ketinggalan data yang diobralnya.

Sekali waktu dia pernah mampir ke tempat tinggal saya, instalasi. Kemudian saya biarkan asyik melihat-lihat buku milik teman sekamar. Tak lama, saya dengar ia merintih.“Astaghfirullah…,”

Saya langsung melirik ke arahnya. Mungkin dia digigit ular kobra atau kalajengking alas roban yang tiba-tiba hadir di kamar saya.

“Kenapa, Bung?”
“Enggak tahu dah, hari ini yang ketiga kali, gua melihat halaman buku dilipat!” tegasnya. Air mukanya seperti makhuk yang baru saja dilucuti tulang belakangnya.

***

Buku yang hampir tertindih tubuh Abi itu adalah Dataran Tortilla. Saya yakin, jika dia sadar, akan menyesal seumur hidup, kemudian meratap tujuh kali dalam tujuh bahasa berlainan. Apalagi buku itu bukan miliknya.

Dataran Tortilla itu milik Ahmad Makki, sokoguru warkop Tampomas, sebuah tongkrongan angker di Ciputat. Beberapa waktu lalu dia pernah menceritakannya dalam sederetan kalimat singkat. Sepertinya tak berniat untuk meminjamkannya pada siapa pun di dunia ini. Dia hanya bercerita! Tapi mimik mukanya seolah bilang, ada buku itu, bagus untuk dibaca, kemudian carilah dengan keringat sendiri.

Makki memang culas dalam urusan buku!

Tapi kenapa Abi bisa meminjamnya? Pasti ada pertukaran rahasia. Apa yang dibutuhkan Makki ada di rak buku Abi. Tak syak lagi.

Peduli syetan! Apa pun yang berkaitan dengan buku itu, saya enyah. Yang jelas, sekarang di genggaman. Orang yang meminjam tak sadar, yang dipinjam absen, dan tak ada pihak-pihak lain yang bisa dinyatakan sebagai saksi. Syetan mana yang berani mengaral jika saya mulai baca buku itu?

Saya timang-timang sebentar sampul buku itu. Kemudian membaca halaman pertama. Tiba-tiba saya ingat, untuk apa membaca buku lagi?

Seminggu lalu, saya menghabiskan seribu halaman Pisau Terbang Li yang memaksa melek 24 jam. Saya membaca versi PDF-nya di dua komputer dan satu laptop. Soal semua benda itu adalah pinjaman, tak ada relevansinya dengan kenikmatan membaca. Soal mimik muka yang dipinjami, Saudara tak usah risau juga, biar saya menanggung.

Setelah membaca karya Khu Lung itu, saya berjanji, dalam beberapa waktu ke depan, tidak akan pernah membaca buku lagi. Saya ingin mengawetkan cerita, dan akan mengampanyekan kepada sahabat-sahabat sepenongkrongan. Saya ingin mengulang sukses Kejahatan dan Hukuman Dostoyevski yang dibaca lima orang setelah saya ceritakan.

Tapi saya buka juga karya Steinbeck itu.

***

Buku Dataran Tortilla itu mengisahkan kaum paisano. Mereka di antaranya Danny, Pilon, Big Joe Portugis, Jesus Maria Corcoran, Pablo, dan Bajak laut dan anjing-anjingnya.

Setelah membaca buku itu, saya ingin menyampaikan beberapa hal. Pertama, saya tidak sepakat mereka dikatakan pengangguran. Mereka begitu adanya. Hidup berkeliaran, tidur di got kering, di semak belukar, atau tepi hutan. Tapi tak pernah mengeluh. Keseharian mereka adalah mabuk, tidur, mencuri, menipu, dan selingkuh dengan istri orang. Ketika suaminya mengejar, sembunyi di tebing-tebing.

Keluar-masuk penjara adalah biasa. Tapi mereka tak mengeluh, karena itu bagian dari ritme mereka. Mereka taat hukum. Misalnya Danny, saat dipenjara, memaki pejabat-pejabat ditembok dengan tinta darah bangsat, tapi tak sekalipun menghujat hakim.

Kedua, dalam persinggungan mereka, anggur adalah fondasi. Ketika Pilon bersama Joe Portugis terbangun di tepi laut, yang disesalkan pertama kali adalah anggur.  “Mmm… seandainya ada setetes anggur..,”

Ketiga, dari Pilon kita meneladani sifatnya yang cermat dalam memahami situasi. Menyimak dan menyimpan data sebanyak-sebanyaknya. Tak satu pun yang absen dari pengamatannya. Ia senang menolong bahkan pada hewan sekalipun. Ia membuka pagar pembatas rumah Danny supaya ayam-ayam Nyonya Morales bisa bertelor nyaman di halaman rumah Danny.

Ia juga orang yang suka mengambil pelajaran dan kesimpulan, ketika salah satu rumah Danny terbakar, ia mengatakan, lain kali, jangan pernah menyisakan sedikit anggur sebelum tidur.

Keempat, dari Jesus Maria, ia gemar menolong siapa pun, relijius, tapi tak bisa tahan jika melihat rok perempuan tersingkap.

Kelima, dari Bajak Laut; tekun, istiqomah, qonaah, gemar menabung dan penyayang binatang. Tapi jangan memelihara kutil di jempol kaki.

Keenam, Joe Portugis. Tolong mengertilah perasaan seorang perempuan yang telah menyediakan keteduhan dan segelas anggur.

Ketujuh, kepada Danny, dia penangkap lalat yang berbakat. Jika itu hilang, berarti semangat hidupnya sedang dilucuti. Itu adalah tanda goyahnya paisano karena ia sokoguru cerita. Danny, saya sepakat apa yang dinyatakan Pilon. Jangan pernah memberi hadiah yang mensyaratkan hadiah lain.

Kedelapan, kepada Torelli, jagalah belibismu baik-baik. Dan tingkatkan kualitas anggurmu! Kamu adalah penunjang denyutnya paisano. Karena kamu pulalah lahir Blog Anggur Torelli.

Kesembilan, kepada John Steinbeck, terima kasih. Kamu sudah bersekongkol dengan keenam paisano, hingga saya ngakak terlonjak-lonjak di pojokan. Saya yakin, kamu sebenarnya tidak menulis apa-apa, tapi mengajak saya jalan-jalan di Dataran Tortilla.

Kesepuluh, kepada Djokolelono, salam hormat. Terima kasih sudah mengantar jalan-jalan yang mengasyikan. Mulai sekarang, saya yakin, bahwa pengantar adalah profesi terhormat. Suatu saat, saya senang jika Saudara berkenan ngobrolin paisano sambil “bertorelli”. Tentu saja bersama belibis.

Kesebelas, hampir lupa, kepada Pablo, saya yakin harus membaca ulang buku itu. Keduabelas, saya sudah sembrono mengurutkan bagian-bagian cerita buku itu. Padahal, di warkop saja, buku itu berkembang berbulan-bulan jadi perbincangan. Dan jika saya sendirian, kemudian ingat akan perilaku paisano, berderailah tawa.

Ketigabelas, lihatlah! Penongkrong di warkop kelimpungan setelah mendengar cerita buku itu. Ibarat kesurupan, mereka menyisir ke toko-toko buku. Ketika usaha mereka gagal, terpaksa menurunkan harga diri dengan memfoto copy. Ahmad Makki segera menarik buku itu dari pinjaman Abi.  

Keempatbelas, saya tidak bisa berkata apa-apa lagi.



"Ingin ikut berkontribusi? Kirim tulisan anda ke surel: anggurtorelli[at]gmail[dot]com"

8 komentar:

  1. Bicara Steinbeck seraya menyebut Khu Lung. Itulah mereka, dua Dewa Pengarang saya.

    BalasHapus
  2. Terima kasih koemntarnya. Ditunggu kiriman artikelnya :)

    BalasHapus
  3. Yang saya pikirkan adalah kenapa harus sebegitu sulitnya bikin nama blog. kenapa tidak KOTAK AMAL (dot) blogspot (dot) com saja? singkatan dari KONAAH dan TAKWA ala AHMAD MAKKI ABDULLAH ALAWI.

    Saya sering menyesali kenapa tidak dilahirkan lebih awal dan lebih cepat mengenal kalian berdua. Kalau saja saya dilahirkan lebih awal, mungkin Makki akan saya jadikan ketua cabang dan alawi sekretarisnya. Biar saja tak ada MAPABA atau PKD yang penting semua mahasiswa membaca buku karya John Steinbeck ini. Biar mereka bisa tersenyum bahkan pada saat melamuni skripsi yang tak kunjung jadi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Soal nama, itu dijelaskan di laman Ikhwal. Sebaiknya semua orang harus membaca "Dataran Tortilla". Biar kian minim aksi pentung-pentungan.

      Hapus
  4. Adakah yang mau meminjamkan saya Steinbeck? Tak apalah jika mau ditukar dengan Hemingway. Bagaimana? Deal atau tidak? Hehehehe.

    Ini sepertinya akan jadi salah satu pengarang yang harus saya habiskan seluruh bukunya sebelum usia saya menginjak kepala 2.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tunggu waktunya ya. Pasalnya buku itu diantre banyak orang. Hahaha.

      Hapus
  5. sebagai penghuni Kamar Instalasi, gua merasa diseret Abdullah Alawi dalam cara mengantarnya ke penghuni Dataran Tortila... tapi sayang, gua ikut dipenggalnya di situ...
    Mengenai buku yg satu ini, adalah ketaktelitian gua membawa ketakbisaan membedakan antara Toreli dan Tortila, nyaris jelang berhamburannya para pasiano tanpa arah masing-masing... Dan gua harap Anda semua yakin, ketaktelitian gua ini sangat dibutuhkan... Yang pasti gua bayangkan adalah 1 galon anggur Toreli = 1 Galan aqua 19 lt.

    BalasHapus
  6. Udah beli kok. :P Ulasan malah saya tulis di blog sendiri. -_-"

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...