Oleh: M.S. Wibowo
John Steinbeck, pengarang novel Dataran Tortilla |
Sampaikan maaf pada al-Hafidz
Kurniawan, Abdullah Zuma Alawi, dan Ahmad Makki. Ketiganya mengajakku ikut
menulis di Anggur Torelli sejak awal-awal penciptaannya. Bagi orang lain itu
suatu kehormatan. Tapi bukan bagiku. Kau bahkan tak tahu siapa aku. Mana boleh
tiga pesohor di atas memberiku hormat dengan cara ini? Kalau toh betul,
pantaskah aku menerimanya? Alamak, sungguh malunya aku. Karena itu, tulisan ini
baru sampai di hadapanmu.
Tadinya aku hendak menulis serentet
kisah lucu dan menyebalkan dari kehidupan seorang bule misterius yang tak mau
dipanggil mister. Namanya Mansur. Hidupnya menggembel di Ciputat, mondar-mandir
di kantin atau warteg minta rokok serta makan sisa. Pagi dan siangnya habis di
Perpustakaan Umum UIN Jakarta. Malamnya numpang di kontrakan mahasiswa, pribadi
atau komunitas, sebelum kemudian diakhiri dengan masalah.
Tapi kita tunda membicarakan itu. Bolehkan
aku mengurai besarnya kerugian selama hidupku. Rugi karena setelah tujuh tahun
di Ciputat, baru bertemu Danny dkk. yang berumah di Dataran Torrilla.
Di jalan panjang ke pertemuan itu pun
aku masih harus dituntun banyak orang. Mereka adalah Abdullah Zuma Alawi
(Abah), Ahmad Makki, Dedik, al-Hafidz Kurniawan, dan beberapa lainnya.
Ketangguhan dan kehebatan para penuntun itu terlihat nyata sangat begitu sudah
berkumpul. Jika itu terjadi, tiada cara lain bagi awam sepertiku selain pasang
headset dan pilih lagu senikmat-nikmatnya. Ini akan membantu menetralkan
kondisi akibat kemampuanku yang low context. Sebab pergerakan kata dan
kalimat mereka tak terduga. Ikatan dan kesatuan peristiwa yang mereka himpun
begitu memabukkan. Membuat pendengar kelabakan dan kebingungan. Bahkan bisa
lupa sedang di mana.
Sedang bagi awam yang buruk sangka,
bisa mungkin mengira butuh akun khusus dan registrasi lebih dulu untuk gabung
ngobrol bareng mereka. Sebab banyak keyword atau kata kunci yang sulit
dipecahkan dan diterjemahkan. Demi mengatasi ini, Abah menyarankanku ke rumah Danny
guna semedi, minta petuah atau sekadar ziarah dan berlibur wisata.
Pasal tak paham siapa Danny, makanan
apa itu Torelli, sedatar apa Dataran Tortilla, aku tetap enggan. Hingga hembus
demi hembus kata kutangkap dari tiap perbincangan tiga pesohor di atas
menguap-uapkan aroma keindahan Dataran Tortilla. Mulailah penasaranku.
Akhirnya, dengan teknik khas, secara
bergantian Abah dkk mengantar ke sebuah tempat yang sama sekali asing untukku.
Itulah Dataran Tortilla. Di sana mereka menitipkanku pada seorang pemandu
spesial bernama Djoko Lelono.
Aku termasuk orang yang lamban dan
mudah lelah memahami banyak hal. Tapi Djoko Lelono begitu sabar mendampingiku,
meski butuh sepekan menyelesaikan penjelajahan dan menikmati keindahan Dataran
Tortilla.
Sekembalinya dari sana, sesekali
takdir mengumpulkanku bersama Abah dkk. Satu demi satu kata kunci terbuka,
meski belum semua. Setidaknya aku dapat meraba dan mengikuti alur perbincangan
dan kecengan. Makin lama makin terang, walau tetap saja pandanganku suka kabur.
Seperti nonton TV dengan penangkapan sinyal kurang sempurna. Kalau disesuaikan
teori iluminasinya Suhrawardi, kualitas dan kadar cahaya mereka masih jauh di
atasku.
Satu hal yang pasti dari aneka
pengalaman di Dataran Tortilla plus para pengantarnya bahwa fokus itu perlu,
tapi serius jangan terlalu. Ini mengingatkanku bahwa hidup di dunia ini tak
lain hanya senda-gurau dan permainan. Maka jangan terlalu serius, biar enggak
kehilangan selera humor. Sebab kehilangan selera humor berarti mengidap
penyakit yang lebih parah dari tumor.
Sekali kala, cobalah pesan waktu
kopdar dengan Abah dkk. Niscaya sesaat itu dunia takkan lagi terlihat sama. Kau
akan menyaksikan mereka mampu menghidupkan apa saja yang ada di sekitar sebagai
senjata pertempuran yang mengasyikkan. Banyak pula ilmu kanuragan dalam bentuk
cerita, kata-kata, bahkan kentut dan sebagainya yang bisa kau serap.
Tapi ingat, sejatinya ilmu kanuragan
itu mustahil diajarkan atau dipelajari, melainkan tergantung kapasitas
penerimanya. Maka sebelum bertemu, baiknya kosongkan hati, pikiran, perasaan,
dan jiwa agar muat mewadahi dan menerimanya. Satu lagi, jangan sekali-kali
percaya isi tulisan ini, karena tak seorang pun bertanggungjawab atas segala
konsekuensinya. Jika tidak, sesuatu yang brengsek akan Anda …. (isi sendiri).
--------------------------------------------------------------------------------------------------------- "Ingin ikut berkontribusi sumbang tulisan? Baca halaman Undangan Berkontribusi"
Ikuti kami di twitter @anggurtorelli, dan halaman facebook Anggur Torelli